Kota Jambi Berupaya Tuntaskan Kemiskinan dengan Ragam Program, Bagaimana Caranya?


 SWARAJAMBI.ID, JAMBI – Kehadiran Menko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy ke Kota Jambi, diharapkan bisa memberikan stimulus, khususnya dalam penanganan  angka kemiskinan. Mengingat saat ini ada 24 ribu jiwa atau 4,17 persen yang masuk dalam kategori miskin ekstrem di Kota Jambi.

Wakil Wali Kota Jambi, Maulana mengatakan, total di Kota Jambi ada 8,27 persen atau sekitar 50 ribu jiwa yang masuk kategori miskin. Pihaknya pun selalu berupaya untuk mengentaskan hal ini, dengan berbagai inovasi maupun program yang tersebar di berbagai OPD lingkungan Pemkot Jambi.

“Dari 24 ribu jiwa tadi, ada 19 ribu yang masuk untuk mendapatkan bantuan. Sisa 6 ribu lagi, itu dibantu pak Menteri dan pihak lain,” kata Maulana, Minggu (28/11/2021).

Ketua Tim Penanggulanan Kemiskinan (TPK) Kota Jambi ini juga menambahkan  banyak faktor yang melatar belakangi permasalahan kemiskinan di Kota Jambi.  “Mulai dari status tanah, status kependudukan dan lain halnya. Kita juga berusaha memperbaiki ini, agar bisa kita usulkan melalui Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS),” sebutnya.

Lanjutnya, adapun program-program yang dilakukan Pemkot Jambi, seperti di antaranya program bedah rumah. Namun memang, program ini banyak terkendala kepemilikan lahan. “Karena kebanyakan warga (miskin,red) menyewa, jadi tidak bisa kita bedah. Maka dari itu, pak Menteri meminta agar dari CSR bisa berkontribusi membebaskan lahan atau mencari lahan yang dihibahkan ke warga (miskin,red) kedepannya,” jelasnya.

Memang faktor penyebab kemiskinan di Kota Jambi sangat komplek dan merata di kawasan pinggiran Kota Jambi, khususnya di wilayah kumuh dan pinggiran. Cara lain yang dilakukan yakni, fokus mendorong pergerakan UMKM dalam rangka meningkatkan lajur pertumbuhan ekonomi dan mengatasi kemiskinan di Kota Jambi.

“Data statistik kemiskinan yang ada, perempuan lebih mendominansi. Untuk itu, ibu-ibu akan digerakan kembali. Mereka mulai diberi pembekalan, pelatihan dan pemberian keterampilan secara berkelompok. Akses modal kita permudah. Untuk pemula yang baru mulai usaha, bisa dibantu pinjaman modal Rp 3-5 juta," imbuhnya.

Para pelaku UMKM yang nantinya sudah mampu melakukan produksi sebut Maulana, diarahkan untuk pemasaran yang berbasis digital (online).

"Kita sudah bentuk rumah kreatif pemuda siginjai yang akan mendampingi seluruh UMKM di Kota Jambi untuk dilatih dan dikenalkan dengan digital," jelasnya.

Jika upaya tersebut berhasil kata Maulana, mudah-mudahan bisa menjadi daya bangkit penanggulangan kemiskiman, peningkatan kesejahteraan rumah tangga dan laju pertumbuhan ekonomi.

"Kini kita membangun semangat dulu untuk membangkitkan ekonomi. Kita berjuang membankitkan ekonomi pasca pandemi," pungkasnya.

Sementara itu, kunjungan Menko PMK, Muhadjir Effendy ke RT 36, Kelurahan Legok, Kecamatan Danausipin, Sabtu (27/11) sore kemarin cukup menyita perhatian. Bagaimana tidak, di kawasan tersebut termasuk kawasan padat penduduk dan termasuk kawasan kumuh dan kantong kemiskinan. 

Kedatangan Muhajir Effendi ke sana untuk melihat dan berkoordinasi serta mensinkronkan terkait pengendalian program-program pembangunan sumber daya manusia di daerah-daerah, khususnya di Kota Jambi

Dia pun sempat berdialog dengan seorang Ibu Rumah Tangga (IRT)  yang berjualan jajanan, terkait pendapatannya sehari-hari. Termasuk modal yang ia keluarkan. "Tergantung pak, kadang sehari dapat (untung) Rp 50 ribu. Modalnya Rp 100-Rp 250," kata pedagang. 

Menko PMK Muhajir Effendi yang mendengarkan itu, sempat tertegun. Apalagi,  kepala keluarga IRT tersebut hanya buruh kupas bawang di Pasar Angso Duo. "Ya sudah, coba hitung ini (dagangan, red) berapa semuanya. Saya beli semua," kata Muhajir Effendi. Mendengar itu, awalnya si pedagang sempat menolak untuk diborong barang dagangannya. 

 "Lah serius bu, tak beli semua. Nanti dibagi-bagikan ya sama warga di sini," sebut Muhajir Effendi, sembari memberikan uang Rp 300 ribu.

Memang kata dia, sebagai tugas utama melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian (KSP) langsung di lapangan, tidak mungkin meliputi seluruh daerah di Indonesia.

“Cara ini memang sifatnya semacam eksemplar. Tidak mungkin seluruh Indonesia kita seperti ini. Tapi paling tidak, kalau ada contoh seperti ini kalau ada kasus yang sama bisa kita selesaikan dengan cara yang sama juga,” tandas Muhadjir. (*/sj)