YLKI Sebut Debt Collector Tidak Berhak Tarik Sepeda Motor, Ibnu: Harus Juru Sita Pengadilan


 SWARAJAMBI.ID, JAMBI – Aksi premanisme yang ditunjukan debt collector  kembali meresahkan. Kali ini, seorang wartawan bernama Hidayat, mendapat intimidasi dan menjadi korban perampasan kawanan debt collector. Peristiwa itu terjadi di kawasan Bagan Pete, Alam Baraja, Kota Jambi, pada Rabu (28/6/2023).

Kawanan debt collector mengambil secara paksa sepeda motor milik Hidayat, saat sedang melintas di jalan.

"Saat itu saya baru saja pulang dan menuju ke rumah," ujar Hidayat, Senin (3/7/2023).

"Para pelaku merapat dan meminta kunci sepeda motor. Saya tetap bertahan, mereka terus mengintimidasi," sambungnya.

Kawanan  debt collector  meminta agar dirinya menuruti perintah mereka untuk menyerahkan sepeda motor tersebut.

"Saya gak tau, kalau BPKB saya ada di leasing FIF. Jadi saya juga bingung saat itu, saya gak tau harus melakukan apa," terangnya.

Tidak banyak cerita, kata Dayat, para debt collector kemudian membawa sepeda motor miliknya ke kantor FIF.

Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Provinsi Jambi, Ibnu Kholdun menyayangkan tindakan perampasan yang dilakukan kawanan debt collector tersebut. Ia mengatakan, saat ini semua aturan terkait penarikan sepeda motor harus melalui putusan pengadilan.

Ibnu menegaskan, proses penarikan sepeda motor atau pelaksanaan eksekusi fidusia harus dilaksanakan oleh juri sita pengadilan, yang sudah ada pada ketentuan Undang-undang. Hal itu sudah ditegaskan melalui Putusan Mahkamah kontitusi No. 18/PUU-XVII/2019, yakni eksekusi objek jaminan fidusia harus melalui pengadilan. Yang artinya boleh ditarik atau dieksekusi oleh pihak leasing setelah ada penetapan dari pengadilan.

"Tanpa ada penetapan pengadilan, jaminan fidusia tidak dibenarkan penarikannya, apalagi oleh debt collector," kata Ibnu.

"Itu sudah masuk perampasn," sambungnya lagi.

Ia kembali menegaskan, jika proses penarikan sudah melalui putusan pengadilan, maka yang berhak melakukan proses penarikan adalah polisi ataupun jaksa. Yang jelas statusnya sebagai aparat penegak hukum.

"Nah, yang berhak melakukan penyitaan itu Polisi dan Jaksa, yang jelas sebagai aparat penegakan hukum, dan dalam melakukan penyitaan, harus juga melalui penetapan dari pengadilan," tegasnya.

 Ibnu menyayangkan betul tindakan yang dilakukan oleh deb collector tersebut, yang sudah mengarah ke aksi premanisme.

"Nah, polisi dan jaksa saja harus melalui ketetapan pengadilan, lalu apa hebatnya debt collector itu, siapa dia bisa melakukan penarikan seperti itu," jelasnya.

Ia juga mengimbau, agar masyarakat tidak hanya tinggal diam, jika dihentikan dan dipaksa oleh debt collector untuk proses penarikan kendaraan yang terkendala dalam proses pembayarannya.

"Masyarakat jangan mau dipaksa atau dibujuk rayu oleh mereka, semua harus melalui putusan pengadilan," kata Ibnu.

Sementara itu, pihak PT Putra Arafah Indonesia atau Fifasastra (FIF) enggan berkomentar banyak terkait proses penarikan tersebut.

Saat itu, sejumlah awak media sudah mendatangi kantor FIF yang berada di Jalan Hayam Wuruk, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi, pada Senin (3/7/2023).

Sejumlah awak media sudah menemui Udin, sebagai Recovri Proses Koordinator FIF, dan ia tidak bisa berkomentar terkait pengambilan sepeda motor yang dilakukan debt collector.

"Itu ditangani oleh pihak ke tiga, saya tidak bisa komentar," jelasnya.(*)