Imbas Kebijakan P2TL, Penjual Pisang Keliling Didenda PLN Sebesar Rp 4 Juta

Dengar pendapat (hearing)  Komisi II DPRD Kota Jambi terkait dengan P2TL (Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik.

——————

 SWARAJAMBI.ID, JAMBI - Seorang warga Kota Jambi yang tinggal di RT 35, Kelurahan Talang Banjar, Kecamatan Jambi Timur pada 23 Februari 2023 lalu, harus rela membayar denda Rp4 juta kepada PLN Jambi atas dugaan pelanggaran. 

Ia adalah Zakirudin, yang kesehariannya tinggal di rumah bedeng, dan bekerja sebagai penjual pisang keliling. 

Usai rapat dengar pendapat (hearing) bersama Komisi II DPRD Kota Jambi terkait dengan P2TL (Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik, dia menceritakan, awalnya pada Jumat, 23 Februari pukul 10.00 WIB, rumahnya tiba-tiba ada yang mengetuk pintu, dan mengaku sebagai petugas PLN. 

Saat itu, ia sedang tidak berada di rumah, karena sedang berjualan. Dia mendapat telepon dari anaknya, diminta untuk pulang karena petugas PLN mau mencabut listrik di rumahnya, atas dugaan pelanggaran. 

“Saya waktu itu langsung pulang, dan sudah meminta keringanan, tapi langsung diputus. Saya saat itu sudah takut, tidak bisa ngomong lagi. Denda kami saat itu Rp7 juta, tapi setelah kami sanggah, istri saya bayar Rp4 juta. Langsung pada Sabtu (24/2/2024) itu listriknya dipasang lagi. Tapi bukan manual lagi, sudah diganti token,” katanya, Rabu (28/2/2024).

Hingga saat ini, Zakirudin tak mengetahui apa sebenarnya pelanggaran yang ia lakukan. 

“Kesalahannya katanya ada kabel di kWH meter, kabel apapun saya tidak tahu, mau buka segel segala macam, saya tidak tahu. Saya buto nian masalah listrik itu,” katanya.  

Dia mengatakan, jika rumah itu bukan rumah miliknya. Ia hanya melanjutkan bedeng pamannya. 

“Memang saya yang pasang listrik, atas nama saya, tapi saya tidak tahu apa-apa. Tiba-tiba disangkakan ada pelanggaran, dan harus bayar denda,” katanya. 

Menanggapi hal ini, Anggota Komisi II DPRD Kota Jambi, Sutiono dalam hearing membenarkan hal itu. Menurutnya, denda tersebut sudah disetorkan ke pihak PLN oleh menantunya sebesar Rp4 juta. 

“Pertamanya hitungannya itu pada Jumat Sore itu Rp7,2 juta, tapi dibayarkan jadi Rp4 juta sekian,” ujarnya.

Sutiono mengatakan, yang perlu digarisbawahi dan menjadi pertanyaan banyak pihak adalah ketidakjelasan dasar hukum atau dasar perhitungan yang digunakan. 

“Kok bisa berubah-berubah seperti itu. Saya tentu meminta dasar hukum yang jelas, supaya masyarakat juga bisa memahami. Ini angka dari mana, karena hitungan pertama dengan terakhir kok beda. Itulah makanya nanti akan kami jadwalkan hearing lagi nanti. Kami minta tiga komponen itu, berkaitan dengan Pajak Lampu Penerangan Jalan Umum (LPJU). Mulai dari rekening pra bayar dan pasca bayar, serta dari denda-denda ini. Kami ingin tahu, masuk PAD apa tidak, berapa persentasenya dari tiga komponen itu. Karena itu penggunaan listrik semua itu,” katanya. 

Dia juga mengingatkan kepada PLN UP3 Jambi untuk mensosialisasikan secara masif tentang kebijakan P2TL (Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik).

 “Itu kan ada 4 kategori, dendanya berbeda-beda. Jadi semestinya PLN banyak sosialisasi. Jangan sampai pelanggan listrik itu mengalami P1, P2, P3, dan P4. Harus banyak sosialisasi, supaya masyarakat cerdas. Jangan warga kena denda atas ketidaktahuannya sebagai pelanggan PLN, kesalahannya juga kita tidak tahu. Seperti kasus Zaki itu, dia bayar listrik rutin, tidak ada nunggak. Cuma ada kesalahan yang dia sendiri tidak tahu, meterannya harus dikembalikan seperti semula. Jangan diganti token, kenapa kok diganti token?,” tambahnya.

Indra Jaya, Manajer Bagian Transaksi Energi PLN UP3 Jambi mengatakan, jika pada pengecekan lapangan, ada indikasi pelanggaran golongan II. Kejadian itu sudah dilakukan peninjauan, dan konsumen telah diberi kesempatan untuk melakukan keberatan. Saat ini sedang diproses, jika tidak memenuhi unsur, maka bisa ditetapkan sebagai bukan pelanggaran. Pihaknya juga melibatkan ESDM provinsi Jambi dalam pengecekan tersebut.

 “Tapi kita melihat lagi, apakah temuan itu sesuai dengan penetapan kita, atau konsumen ini bisa menunjukkan bukti bahwa bentuk-bentuk pelanggaran itu bisa kita tetapkan sebagai bentuk bukan pelanggaran,” singkatnya.(*)



Pewarta: Rizal